JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta menolak rencana pemangkasan anggaran untuk kunjungan kerja (kunker) dan reses dalam rangka efisiensi belanja daerah.
Efisiensi anggaran ini untuk menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Maka dari itu, Pemerintah Provinsi Jakarta menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 yang mengarahkan seluruh perangkat daerah untuk melakukan efisiensi pada beberapa mata anggaran, seperti perjalanan dinas, kegiatan seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, seminar, dan belanja makan minum.
Baca juga: Anggota DPRD Jakarta Minta Anggaran Kunker dan Reses Tak Dipangkas
Mengapa DPRD Jakarta menolak anggaran kunker dan reses dipangkas?
Ketua Komisi A DPRD Jakarta, Inggard Joshua menilai, kegiatan kunker dan reses memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi legislatif, terutama dalam pengawasan kebijakan pemerintah daerah serta penyerapan aspirasi masyarakat.
“Kita berbicara dengan masyarakat, menyangkut masalah pengawasan peraturan daerah itu jangan sampai berkurang. Kemudian, tentu saja reses karena menjadi bahan-bahan kita menyusun APBD,” ucap Inggard di Gedung DPRD Jakarta, Rabu (5/2/2025).
Senada dengan itu, anggota Komisi A DPRD Jakarta, M. Fuadi Luthfi menambahkan, fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Jakarta merupakan hal penting.
Ia berharap efisiensi anggaran tidak menyasar ke kegiatan tersebut karena fungsi kontrol ingin dilakukan semaksimal mungkin agar semua kegiatan dewan yang bersinggungan dengan masyarakat bisa terlaksana dengan maksimal.
“Makanya ini kita berharap dalam hal efisiensi anggaran tidak menyasar ke situ, karena fungsi kontrol ingin kita lakukan semaksimal mungkin. Agar semua kegiatan dewan yang bersinggungan dengan masyarakat itu bisa terlaksanakan dengan maksimal,” ucap Fuadi.
Baca juga: Anggaran Pakaian Dinas Anggota DPRD Jakarta Capai Rp 2,5 Miliar
Efisiensi anggaran pengaruhi dana bagi hasil
Selain itu, Inggard menilai efisiensi anggaran dalam menjalankan Inpres Presiden berdampak pada dana bagi hasil yang diterima oleh pemerintah daerah, termasuk Jakarta.
Kebijakan efisiensi memperketat kondisi keuangan pemerintah pusat yang harus menanggung berbagai pengeluaran, termasuk utang negara.
“Keuangan tingkat pusat cukup ketat dan juga akibat menanggung pengeluaran-pengeluaran yang optimal, terutama hutang-hutang pemerintahan pusat. Tentu ini memengaruhi dana bagi hasil Jakarta,” ungkap Inggard.
Hingga saat ini, pembahasan mengenai efisiensi anggaran masih berlangsung
Implementasi diserahkan kepada masing-masing perangkat daerah agar lebih efektif dalam menyusun anggaran.
“Kita juga berharap bahwa apabila performa pendapatan kita tidak bisa mencapai target, maka kita sudah punya skenario skala prioritas dari belanja yang sudah dituangkan dalam APBD,” ucap Sigit.
Baca juga: Bakal Dipangkas, Anggaran Konsumsi ASN Jakarta Capai Rp 700 Miliar