Jateng Tidak Akan Alami Kelangkaan Elpiji 3 Kg, Punya Stok 1,2 Juta Metrik Ton

SEMARANG, KOMPAS.com – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah menyebut kebijakan baru pemerintah yang melarang penjualan LPG 3 kilogram atau gas melon oleh pengecer itu tidak akan menimbulkan kelangkaan gas.

Stok gas melon di Jateng selama 2025 disiapkan sebanyak 1.213.906 metrik ton yang tersebar di 55.715 pangkalan.

Kepala Dinas ESDM Jateng, Beodyo Dharmawan, mengatakan bahwa Jateng memiliki 757 agen dan 55.715 pangkalan yang tersebar di 8.564 desa.

Dengan demikian, diperkirakan terdapat 5-6 pangkalan di setiap kelurahan/desa.

Menurutnya, sebaran pangkalan di Jateng relatif lebih banyak dibandingkan dengan provinsi lainnya, yaitu mencapai 21 persen dari jumlah pangkalan di Indonesia.

Meskipun penjualan di warung atau toko pengecer kini dilarang, masyarakat tidak akan kesulitan membeli gas.

Baca juga: Daftar Kelompok Masyarakat yang Boleh Beli Elpiji 3 Kg

“Kalau dipukul rata, satu desa ada 5-6 pangkalan. Di pangkalan ini menjual pakai Harga Eceran Tertinggi (HET). Kemarin yang terbaru HET Rp18.000 sejak 22 Agustus 2024, sebelumnya Rp15.500 per tabung,” ujar Beodyo saat diwawancarai di kantornya, Senin (3/2/2025).

Menurutnya, kebijakan baru ini bukan bertujuan untuk mempersulit masyarakat dalam membeli gas elpiji, tetapi untuk mengantisipasi penjualan melebihi HET yang ditetapkan pemerintah.

Dia tidak menampik adanya antrean pembelian di pangkalan, tetapi hal tersebut bukan berarti terjadi kelangkaan elpiji.

Jateng telah dipastikan mendapatkan jatah 1.213.906 metrik ton sepanjang 2025.

“Sementara ini saya belum dengar kelangkaan di Jateng. Yang saya pahami, ada (kelangkaan) di Jakarta. Di Jateng ada antrean, bukan kelangkaan, karena sedang ada penyesuaian. Kalau kelangkaan tidak, karena kita punya 1,2 juta metrik ton (alokasi),” tegasnya.

Dia menjelaskan bahwa selama ini agen yang secara resmi terdaftar di Pertamina Patra Niaga mendistribusikan gas ke lebih dari 55 ribu pangkalan.

Namun, jumlah itu masih dirasa belum merata. Akibatnya, pengecer membeli gas di pangkalan untuk dijual di warung atau toko mereka masing-masing dengan harga yang melebihi HET.

“Harusnya masyarakat mendapat elpiji sesuai HET. Apa yang terjadi di lapangan? Masyarakat butuh pembelian lebih dekat, yang membuka ruang bagi pengecer. Pengecer mengambil dari pangkalan untuk mendekatkan ke pembeli, cuma ada margin keuntungan. Kadang pembeli juga minta gas diantar. Di lapangan, harga lebih dari HET karena faktor itu,” bebernya.

Menanggapi hal itu, ia mendorong agar para pengecer beralih status menjadi pangkalan yang terdaftar secara resmi di Pertamina Patra Niaga.

Para pengecer dipastikan tetap dapat berjualan sembako atau produk lainnya, meskipun nantinya terdaftar sebagai pangkalan. Pendaftaran hanya memerlukan KTP, Nomor Induk Berusaha (NIB), dan foto usaha.

“Pengecer saat ini didorong menjadi pangkalan, karena dapat memberikan pelayanan lebih dekat. Kemarin, hingga September 2024, sudah ada sekitar 400 pengecer yang beralih menjadi pangkalan,” lanjutnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *