MAGELANG, KOMPAS.com – Warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Borobudur Bangkit (FMBB) menggelar demonstrasi pada Minggu (2/2/2025) di kawasan Jalan Pramudyawardhani, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Mereka menuntut revisi Peraturan Presiden (Perpres) 101/2024 untuk mencegah monopoli dalam pengelolaan kompleks Taman Wisata Candi Borobudur.
Dalam aksi tersebut, FMBB menyampaikan tujuh aspirasi yang dikenal dengan sebutan Sapta Dharma, salah satunya adalah revisi Perpres 101/2024 yang mengatur tata kelola Candi Borobudur.
Anggota FMBB, Jack Priyana, menilai bahwa Perpres tersebut telah menciptakan pengelolaan yang bersifat manajemen tunggal, sehingga mengakibatkan situs bersejarah itu dikelola hanya untuk kepentingan pariwisata dan ekonomi segelintir kalangan elite.
Baca juga: Alasan PKL Tolak Jatah Lapak di Kampung Seni Borobudur
“Kami mengusulkan agar pengelolaan dilakukan secara integrated management. Beri masyarakat Borobudur ruang untuk bisa terlibat dalam pengelolaan Candi Borobudur,” ungkapnya.
Ketua FMBB, Puguh Tri Warsono, menambahkan bahwa Perpres 101/2024 juga menunjukkan adanya benturan kepentingan antara Museum Cagar dan Budaya Unit Warisan Borobudur, yang sebelumnya dikenal sebagai Balai Konservasi Borobudur, dan PT Taman Wisata Borobudur sebagai pengelola Candi Borobudur.
“Sehingga, kepentingan ego sektoral muncul dan abai terhadap kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: PPN Jadi 12 Persen, Harga Tiket Masuk Candi Borobudur Kemungkinan Ikut Naik
Selain tuntutan revisi Perpres, FMBB juga mengajukan enam aspirasi lainnya, antara lain:
1. Menghidupkan roda perekonomian masyarakat, terutama yang terdampak penutupan pintu 1 dan 2 Candi Borobudur.
2. Usulan melampirkan voucer belanja dengan tiket Candi Borobudur sebagai solusi untuk meningkatkan penjualan di Kampung Seni Borobudur.
3. Penolakan terhadap restoran Prana Borobudur di zona 2 Candi Borobudur yang berdampak negatif terhadap dagangan di Kampung Seni Borobudur.
4. Mengakomodasi hak lapak bagi Paguyuban Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) di Kampung Seni Borobudur.
5. Menolak pembatasan jumlah pengunjung yang hanya 1.200 orang per hari ke Candi Borobudur, yang dianggap melemahkan ekonomi masyarakat sekitar, dan mengusulkan batasan pengunjung menjadi 10.000 orang per hari.
6. Mendukung masyarakat setempat untuk berperan aktif sebagai pengelola Candi Borobudur.
Baca juga: PKL Borobudur Gelar Demo Lagi, Tuntut Kepastian Lapak di Kampung Seni
Sementara itu, Penjabat Pengganti Sementara Corporate Secretary PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Destantiana Nurina, menegaskan bahwa Perpres 101/2024 mengedepankan kepentingan masyarakat dengan melibatkan berbagai pihak dalam pengelolaannya.
“Bagaimana kami berkolaborasi dengan pemdes, pemda, pemprov, diatur,” ujarnya.
Terkait pembatasan jumlah pengunjung, arkeolog di Museum Cagar dan Budaya Unit Warisan Borobudur, Hari Setyawan, menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil sebagai upaya perawatan untuk mengatasi keausan batuan Candi Borobudur.
“Pembatasan itu adalah upaya untuk melestarikan Borobudur. Bukan untuk menahan hak-hak masyarakat sekitar Borobudur,” tegasnya.