Fakta-fakta Kasus Korupsi Pertamina: 7 Tersangka dan Perannya,Oplos Pertalite jadi Pertamax

TRIBUNKALTIM.CO – Berikut fakta-fakta kasus dugaan korupsi Pertamina, daftar 7 tersangka dan perannya, hingga oplos Pertamax dan Pertalite.

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan korupsi PT Pertamina Patra Niaga yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. 

Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

Modus operandi kasus ini, tersangka Pertamina diduga membeli Pertalite lalu mencampurnya (blending) menjadi Pertamax.

Namun, Pertalite tersebut dijual dengan harga Pertamax. Berikut beberapa hal yang perlu diketahui dari kasus ini.

Baca juga: Pertamina Siapkan Doorpize bagi Warga Balikpapan yang Tukar LPG 3 Kg ke Bright Gas 5,5 Kg

Bagaimana awal kasus dugaan korupsi Pertamina?

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengungkapkan, penetapan tersangka kasus dugaan korupsi Pertamina dilakukan setelah pemeriksaan terhadap 96 saksi, dua ahli, dan bukti dokumen yang sah.

“Setelah memeriksa saksi, ahli, serta bukti dokumen yang sah, tim penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” katanya, diberitakan Kompas.com, Selasa (25/2/2025).

Kasus ini berawal saat pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 42 Tahun 2018 yang mewajibkan Pertamina mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

Peraturan itu mengharuskan kebutuhan minyak mentah di Indonesia mesti dipasok dari dalam negeri, termasuk kontraktornya yang harus dari Tanah Air.

Namun, para tersangka melakukan pengondisian untuk menurunkan produksi kilang. Tindakan itu membuat produksi minyak bumi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Tersangka kemudian sengaja menolak minyak mentah dari K3S. Produksi minyak mentah K3S dianggap tidak memenuhi nilai ekonomis.

Padahal, harga yang ditawarkan tergolong normal. Minyak mentah K3S juga ditolak karena tidak sesuai spesifikasi yang diinginkan.

Padahal, minyak dalam negeri memenuhi kualitas jika diolah kembali dan kadar merkuri atau sulfurnya dikurangi.

Alhasil, minyak mentah produksi K3S diekspor ke luar negeri, dan kebutuhan minyak mentah dalam negeri pun jadi harus dipenuhi melalui impor.

Bagaimana peran tujuh tersangka korupsi Pertamina?

Kejagung menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 pada Selasa (25/2/2025).

Dikutip dari Kompas.com, berikut tujuh tersangka kasus dugaan korupsi Pertamina serta perannya:

Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

– Bersama SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

– Bersama SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.

– “Menyulap” BBM Pertalite menjadi Pertamax.

Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional

– Bersama RS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

– Bersama RS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan  hukum.

Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

– Bersama RS dan SDS melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

 – Bersama RS dan SDS memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.

Yoki Firnandi (YF) selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping

– Melakukan mark-up kontrak pengiriman pada saat impor minyak mentah dan produk kilang melalui PT Pertamina International Shipping.

Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa

 – Tersangka YF diduga melakukan mark-up kontrak pengiriman minyak mentah yang membuat negara mengeluarkan fee sebesar 13 sampai 15 persen sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim

– Bersama GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi.

Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

– Bersama DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi.

– GRJ dan DW juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta -dari tersangka RS untuk produk kilang.

– Ketujuh tersangka langsung ditahan oleh Kejagung. Mereka akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.

Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bagaimana respons Pertamina atas kasus dugaan korupsi?

VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menyatakan Pertamina akan menghormati proses hukum atas kasus dugaan korupsi yang melibatkan dirutnya.

“Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,” ujar Fadjar.

Menurutnya, Pertamina telah menjalankan bisnis dengan berpegang pada komitmen sebagai perusahaan yang menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai Good Corporate Governance (GCG) serta peraturan yang berlaku.

Berdasarkan hal tersebut, Pertamina menjamin pelayanan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan tetap berjalan normal seperti biasa.

Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menyampaikan bahwa BBM Pertamax yang dijual di SPBU Indonesia telah memenuhi spesifikasi migas.

Hal itu disampaikan menanggapi dugaan Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, mengoplos BBM RON 90 Pertalite untuk menjadi RON 92 Pertamax.

“Pertamax yang dijual sudah sesuai dengan spek Migas untuk produk dengan RON 92,” kata Heppy, dilansir dari Kompas.com, Selasa (25/2/2025).

Spesifikasi BBM Pertamina diatur dalam Surat Keputusan (SK) Direktorat Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas (Migas) No. 179.K/10/DJM.S/2019.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Kasus Dugaan Korupsi Pertamina, Apa Saja yang Perlu Diketahui?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *