JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Menekraf/Kabekraf) Teuku Riefky menyatakan dukungannya terhadap Jakarta untuk menjadi Kota Sinema.
Hal itu disampaikan oleh Riefky saat menghadiri acara Malam Insan Film bertajuk Menuju Jakarta Kota Global, Kota Sinema di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, baru-baru ini.
“Kementerian Ekonomi Kreatif siap berkolaborasi untuk mengaktivasi Jakarta sebagai kota ekonomi kreatif berbasis sinema, dengan berbagai kegiatan ekonomi kreatif mulai dari tahun 2025 hingga 2027 untuk menyongsong lima abad Jakarta,” kata Menekraf Riefky dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.
“Salah satunya melalui rangkaian kegiatan yang mendukung status Jakarta sebagai Kota Global dan Kota Sinema,” tambah Riefky.
Baca juga: 3 Film Pendek Pemenang Secinta Itu Sama Sinema Tayang di Jakarta
Senada dengan Menekraf, Wakil Gubernur terpilih Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Rano Karno, juga menyambut antusias rencana tersebut.
“Ekosistem perfilman perlu terus diperbaiki. Syuting di Belanda lebih murah dibandingkan di Jakarta,” kata Rano.
Rano kemudian mencontohkan biaya syuting di luar negeri dan di dalam negeri.
“Syuting di stasiun kereta Belanda biayanya €2.000 (sekitar Rp 33 juta), tapi masih bisa mendapat cash rebate. Syuting di Bandara Changi juga lebih murah dibandingkan di Soekarno-Hatta. Ini harus diperbaiki,” ungkap Rano.
“Saya senang Menekraf tadi bilang sudah menggandeng Bappeda. Artinya, ini punya peluang besar untuk segera diperbaiki,” tambah Rano.
Lebih lanjut, Inisiator Festival Film Tempo sekaligus Direktur Utama Tempo Inti Media Tbk, Arif Zulkifli menegaskan, pentingnya Jakarta sebagai Kota Sinema di masa depan.
Baca juga: Denyut Sinema Asia di JAFF 2024
“Kota Sinema menjadi penting karena melalui sinema, kebudayaan bisa kita ukur. Ada sekitar 50 film yang berlatar belakang Jakarta dengan kekayaan sinematik yang penuh dinamika. Maka, ini bisa menjadi pemantik agar Jakarta benar-benar menjadi Kota Sinema yang istimewa,” tutur Arif.
“Mudah-mudahan ini menjadi bentuk ikhtiar bersama agar kita tidak hanya mengeluhkan kegelapan, tetapi justru menyalakan lilin,” tambah Arif.
Selain itu, Menekraf Riefky juga menegaskan bahwa industri film bukan sekadar hiburan, tetapi juga bagian dari diplomasi internasional yang dapat memperkenalkan produk ekonomi kreatif Indonesia ke dunia.
“Film menjadi pondasi yang memperkuat keyakinan publik. Dari sekitar 82 juta penonton bioskop sepanjang 2024, sebanyak 65 persen di antaranya menonton film Indonesia,” ungkap Riefky.
“Pada Malam Insan Film Jakarta yang dapat dilakukan secara berkelanjutan ini, penting untuk menerapkan kolaborasi hexahelix, yang melibatkan enam pilar utama, yaitu pemerintah (termasuk pemerintah daerah), akademisi, pelaku bisnis atau asosiasi, komunitas, media, dan lembaga keuangan,” tutup Riefky.